Monday, June 29, 2009

Plus Minus Sistem Pers Otoritarian dan Libertarian


Sudah terlihat dengan jelas bahwa sistem pers otoritarian dan sistem pers libertarian mempunyai perbedaan dari cara pandang dalam filsafat sosial. Perbedaan yang demikian ini pada akhirnya berimbas pada perbedaan cara bertindak dan berperilaku masyarakat yang menerapkan sistem tersebut. Bukan hanya berbeda, bisa dikatakan bahwa keduanya saling bertolak belakang.
Sistem pers otoritarian yang bertumpu pada paham absolutisme memandang manusia sebagai individu yang mempunyai kemampuan yang sangat terbatas, sehingga eksistensi manusia hanya akan tercapai bila menjadi anggota dari suatu komunitas atau kelompok, terutama negara. Di mana negara merupakan ekspresi tertinggi dari organisasi kelompok manusia.
Sementara itu, sistem pers libertarian lebih berpijak pada paham rasionalisme. Paham ini meletakkan manusia sebagai makhluk rasional yang mampu eksis secara individu. Sehingga paham ini menjunjung tinggi kebebasan individu.
Perbedaan lain juga nampak pada hubungan yang terjalin antara manusia dan negaranya. Paham absolutisme menempatkan negara dalam posisi penguasa dan individu sebagai pihak yang dikuasai. Atau dengan kata lain hubungan ini bersifat otoriter atau tirani. Di lain pihak, hubungan individu dengan negara yang tawarkan dalam paham rasionalisme bersifat egaliter atau setara.
Namun, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang ada, masing-masing sistem ini mempunyai sisi positif dan sisi negatif. Di bawah ini merupakan sedikit hal yang dapat saya paparkan berkaitan dengan kelebihan dan kekurangan yang ada pada sistem pers otoritarian dan sistem pers libertarian.


1. Sistem Pers Otoritarian

  • Kelebihan
Jika menilik kata “otoriter”, saya langsung terbayang pada kekuasaan dan aturan-aturan. Mungkin kesan pengekangan juga turut mengikuti kata tersebut. Akan tetapi, tidak selamanya authoritarianisme hanya memunculkan hal-hal negatif. Pada kenyataannya, entah disadari ataupun tidak ketika sistem media massa yang dianut di Indonesia adalah sistem otoritarian, bangsa ini justru lebih tenang dan damai.
Pemerintah yang kala itu dipimpin oleh presiden Soeharto memegang kendali yang sangat kuat atas apa yang dilakukan masyarakatnya, termasuk media massa. Semua pemberitaan yang ada harus dilakukan atas ijin atau lisensi dari pemerintah. Saat itu, masyarakat hanya mendapatkan informasi yang baik tentang keadaan negaranya. Segala keburukan yang ada dan kebobrokan yang terjadi dipemerintahan tidak pernah mendapatkan sorotan dari media. Kerusuhan yang terjadi di suatu tempat juga jarang mendapatkan expose dari pers. Namun hal inilah yang menjadikan bangsa ini tetap terlihat tenteram dan kerusuhan tidak menyebar luas kemana-mana. Karena masyarakat tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi pada bangsa dan negaranya. Yang diketahuinya hanyalah bahwa kehidupannya kala itu tenang dan sejahtera.

  • Kekurangan
Sangat jelas sekali terasa dalam sistem pers ini bahwa individu sangat dibatasi kebebasannya. Kemampuannya untuk berekspresi sangat dibatasi oleh aturan atau kebijakan-kebijakan pemerintah yang ada. Sehingga berita-berita yang dipublikasikan juga cenderung monoton.
Selain itu, masyarakat juga tidak memperoleh semua informasi yang merupakan gambaran realita yang seharusnya bisa didapatkannya. Mungkin bisa dikatakan, media yang dikendalikan oleh pemerintahan saat itu membodohi masyarakat dengan cara menyajikan realita palsu yang indah, sementara kenyataan lain yang kurang atau tidak bagus mampu ditutup rapat-rapat oleh media.


2. Sistem Pers Libertarian

  • Kelebihan
Sistem ini menjamin kebebasan berekspresi bagi tiap individu. Dan kebebasan ini sangat mutlak keberadaannya, dan negara di dalamnya hanya memberikan sarana bagi pengembangan kemampuan yang dimiliki oleh individu. Sehingga informasi yang ditampilkan lebih beragam, baik jenis maupun bentuknya.
Selain itu, masyarakat juga lebih “melek” dengan keadaan negaranya dan dengan perkembangan jaman yang ada. Karena semua informasi dapat diaksesnya melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik.

  • Kekurangan
Tidak selamanya yang namanya bebas itu menguntungkan. Ada pula dampak negatif yang ditimbulkan dari kebebasan media dalam membuat dan menyebarkan informasi. Karena kebebasan media yang berlebihan ada kalanya membatasi kebebasan individu lain. Ada kalanya justru dengan adanya kebebasan media ini menjadikan seorang individu (terutama public figure) kehilangan area pribadinya, karena semua yang dilakukannya akan diekspose media.
Di samping itu, bukan tidak mungkin pemberitaan mengenai sebuah kerusuhan atau pemberontakan sekelompok individu juga dapat “menular” kepada kelompok individu lain. Dengan dalih rasa nasionalisme atau kesetiakawanan, kerusuhan dapat menyebar luas.


(Wahyu Dwi Septiningrum / 153070206 / B)

Saturday, June 27, 2009

SISTEM MEDIA MASSA ( bagian 1 )


Menurut Siebert, Schramm, dan Peterson (1956) dalam bukunya yang berjudul The Four Theories of The Press, terdapat empat teori yang menjelaskan tentang perkembangan media massa di dunia. Keempat teori tersebut adalah Authoritarianisme, Libertarianisme, Social Responsibility dan Soviet Komunis.

Seperti yang telah diketahui bahwa teori/sistem tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Dan pada bagian ini, saya akan memaparkan sedikit tentang dua sistem yang ada yaitu sistem pers otoritarian dan sistem pers libertarian.


1. Sistem Pers Otoritarian


Karakteristik masyarakat otoritarian adalah kedudukan negara lebih tinggi dari individu. Hanya dengan menempatkan diri di bawah negara dan mengikuti semua aturan yang dibuat oleh negara, seorang individu dapat mencapai kebahagiaan dan kesuksesan yang menjadi tujuan hidupnya. Teori atau sistem ini lazim diterapkan dalam masyarakat prademokrasi dan dalam masyarakat yang masih didominasi oleh kekuasaan otoriter atau penekanan.

Secara umum beberapa prinsip atau ciri-ciri dari teori ini adalah:

  • Media tidak boleh melakukan hal-hal yang dapat merusak atau mengganggu wewenang yang berlaku.
  • Media harus tunduk pada pemegang otoritas kekuasaan.
  • Media harus menghindari perbuatan yang menentang nilai-nilai moral dan politik dari kalangan dominan atau mayoritas.
  • Sensorship (penyensoran) dapat dibenarkan untuk menegakkan prinsip-prinsip yang dianut.
  • Kalangan wartawan dan profesional media lainnya tidak memiliki independensi dalam organisasi medianya.

Implementasi sistem pers otoritarian dapat dilihat pada saat Indonesia memasuki era Orde Baru. Meskipun sistem politik yang dianut kala itu bukanlah sistem politik otoriter, namun dominasi negara atas warga masyarakatnya dirasa sangat menonjol. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan telah diatur oleh negara yang pada saat itu dipimpin oleh Presiden Soeharto. Dan ketika terjadi penyimpangan terhadap kebijakan formal serta perbuatan menentang kode moral dapat dipandang sebagai tindak pidana. Sehingga pada saat itu tidak sedikit media massa yang mengalami pembredelan. Media dan para pelakunya tidak diberi kebebasan untuk berekspresi karena apa yang dimunculkan oleh media tidak boleh memperlihatkan keburukan atau kebobrokan yang ada pada pemerintahan. Semua yang tampak pada pemberitaan hanyalah hal-hal yang baik saja.


2. Sistem Pers Libertarian


Sistem pers libertarian muncul sebagai kritik atas sistem pers otoritarian. Dalam sistem ini manusia dipandang sebagai makhluk yang bebas dan berakal , karenanya mampu untuk memilih antara benar dan salah, baik dan buruk. Negara hanya untuk menyediakan lingkungan yang memungkinkan individu mengembangkan potensinya dan menikmatikebahagiaan sebesar-besarnya. Pola ini kini diterapkan secara meluas diberbagai negara di dunia khususnya yang menganut sistem demokrasi liberal.

Beberapa prinsip dari teori ini adalah:

  • Publikasi harus bebas dari setiap upaya penyensoran yang dilakukan pihak ketiga.
  • Kegiatan penerbitan dan pendistribusiannya harus terbuka bagi setiap orang atau kelompok tanpa memerlukan ijin atau lisensi.
  • Publikasi mengenai “kesalahan” dilindungi sama halnya dengan publikasi tentang “kebenaran” khususnya yang berkaitan dengan opini dan keyakinan.
  • Tidak diperlukan adanya pembatasan-pembatasan hukum terhadap upaya pengumpulan informasi untuk keperluan publikasi.
  • Wartawan harus memiliki otonomi profesional yang kuat dalam organisasi medianya.

Sistem pers libertarian ini tampak di Indonesia setelah tergulirnya rezim Orde Baru dan berganti menjadi era Reformasi. Era yang diawali dengan kepemimpinan B.J. Habibie ini memang memberikan kebebasan sepenuhnya kepada individu untuk berekspresi, kebebasan yang selama ini dikekang oleh pemerintahan Soeharto. Sistem komunikasi massa yang ditimbulkan oleh libertarian ini melahirkan badan milik swasta, media yang dimiliki oleh swasta ini bersaing dalam ajang yang terbuka. Siapa saja yang memiliki modal dapat mendirikan surat kabar atau penerbitan lainnya, seperti banyaknya media yang telah ada di Indonesia pada saat ini.



(Wahyu Dwi Septiningrum / 153070206 / B)